Jalan Batu Tulis Bogor, Senin (19/5) pagi ini seperti biasa terlihat lancar dengan banyaknya angkot berwarna hijau yang lalu lalang. Saat memasuki jalan Batu tulis maka pemandangan jalan di sisi kiri adalah hamparan tembok bercat putih dengan pagar jarang berwarna hitam menjadi pembatas untuk kegiatan yang ada di dalamnya..
Jika diperhatikan sekilas, di dalam tembok bercat putih dengan pagar jarang tersebut menyuguhkan pemandangan pepohonan rindang ibarat taman yang sulit dijamah. Namun jika melongokkan kepala lebih dekat ke arah pagar, maka pemandangan rumah yang jauh menjorok di dalam akan terlihat. Itu lah Istana Batu Tulis.
Selain pemandangan beberapa tanaman lain, padepokan juga tersedia di area Istana yang luasnya 3,8 hektare. Juga ada sebuah kolam, dan patung yang terletak di area kolam tersebut.
Saat melangkahkan kaki menelusuri trotoar di depan kawasan tersebut, maka kita akan melihat tulisan hijau di penunjuk jalan yang mengarahkan panah ke arah bangunan tersebut. Tulisan tersebut bertulis Istana Batu Tulis, dengan nama lain Hing Puri Bima Cakti, yang merupakan tempat peristirahatan Bung Karno.
Di sisi kanan jalan tepat di seberang Istana, keriuhan anak-anak sekolah dasar, SDN 02 Batu Tulis yang baru saja usai melaksanakan Ujian Akhir sekolah menjadi pemandangan di tengah padatnya kendaraan roda dua yang parkir di depannya. Tak jauh dari SD, terdapat prasasti peninggalan Kerajaan Siliwangi yang disebut sebagai Prasasti Batu tulis. Prasti Batu Tulis merupakan situs sejarah yang diyakini peninggalan Prabu Siliwangi, raja Padjajaran yang menjadi misteri karena keberadaannya tidak diketahui, diyakini masyarakat setempat bahwa dia menghilang.
Keriuhan anak-anak SD yang baru keluar dari gerbang sekolah membuat Satpam Dedi Sasmita, warga Jalan Batu Tulis mulai sibuk mondar mandir mengatur lalu lintas jalanan. Dedi membantu anak-anak yang kerepotan menyeberang jalan.
Tidak saja membantu anak-anak menyeberangi jalan, beberapa pejalan kaki yang ingin menyeberang jalan pun tak luput dari bantuannya. Matanya jeli melihat orang di seberang jalan yang menunggu diseberangkan.
Saat jeda, dengan senyum lebar dia menawarkan obrolan yang menyenangkan di tengah teriknya matahari Bogor yang mulai menimbulkan peluh. Bagi Dedi, area Batu Tulis adalah bagian dari hidupnya, sebab dia tumbuh dan besar tak jauh dari situ, bahkan sampai bekerja menjadi securiti pun di area tersebut. Banyak kejadian yang yang sulit diterima oleh akal namun pada akhirnya dipercayainya.
Dedi sendiri lebih tertarik menceritakan sejarah Prabu Siliwangi dibanding Istana atau sosok Soekarno. Dia pun semangat menceritakan hal-hal yang menakjubkan sepanjang kehidupannya mengenai daerah Batu Tulis.
"Percaya atau nggak yah neng, cuma karena saya ngalami sendiri. Dulu saya dan teman saya melihat ada kilatan biru di langit," Dedi mulai bercerita dengan semangatnya.
Menurutnya, kilatan seperti meteor jatuh adalah selendang atau keris yang diyakini berasal dari Prabu Siliwangi. "Kan sampai sekarang nggak tahu Prabu Siliwangi di mana, dia menghilang. Meninggal di mana juga nggak ada yang tahu," tambahnya.
Dedi lalu menawarkan untuk mendatangi Prasasti Batu Tulis yang hanya beberapa meter dari tempat aktivitas kesehariannya. Menurutnya situs sejarah yang memiliki 15 batu terasit tersebut memiliki cerita sendiri.
"Di kamera orang-orang yang sering ziarah di sana, kalau lagi apesnya ngelihat cahaya di batu tersebut," ujarnya menyebutkan sebuah batu yang memiliki tulisan dalam huruf sunda yang terletak di dalam bangunan kecil yang berada di dalam kompleks prasasti.
Dedi menghentikan obrolannya saat matanya kembali jeli melihat seorang ibu kesusahan menyeberang, dia lalu bergegas berlalu.
Lain dengan Dedi, Ujang, penjual es podeng di depan sekolah, mulai membuka obrolan mengenai Istana Batu Tulis. Dia yang mulai mengemasi gerobaknya menyebutkan adanya hubungan Soekarno dengan Siliwangi.
"Mereka kan sama-sama orang sakti, sepertinya adalah. Prasasti sama istana tempat dia di istirahatkan berhadapan gini kan yah." terangnya menunjuk ke arah Prasasti dan Istana Batu Tulis.
"Nurut orang-orang tua dahulu, kan di dalam sana ada kursi peristirahatan Bung Karno yah, ngadepnya ke arah Gunung Salak, pernah berputar ke balik sendiri tuh kursi. habis itu datang angin topan,"
"Kata orang-orang dulu juga, di dalam Istana itu pernah ada ular besar," sambungnya sembari nyengir memamerkan giginya.
Dedi kembali muncul untuk melanjutkan ceritanya ditemani oleh Ujang. Dedi makin semangat bercerita. "Saya lupa di tahun 2002 atau 2003 gitu dulu di depan Istana Batu Tulis itu dekat trotoar itu pernah ada jejak kaki raksasa dengan diameternya yang besar. Di tepi-tepinya garis putih, dan tanah itu hangus. Sebelumnya, malamnya hujan badai dan petir,"
Lebih jauh Dedi mengungkapkan bahwa saat dia sering pulang malam, dia selalu dibayang-bayangi dengan macan yang diyakini bahwa macan itu adalah bagian dari Prabu Siliwangi. "Kalau masalah pernah didatangi Soekarno, belum ada saya menemui ya, soalnya kan cerita orang-orang kan belum tentu benar, kalau yang tadi karena saya ngalami sendiri." ujarnya mulai memasang tampang serius.
Sesaat dia berpikir, "Tetangga saya sih, katanya pernah melihat gelombang putih di depan Istana Batu Tulis malam-malam gitu," ujarnya dengan tampang sedikit tak yakin.
Matahari mulai meninggi, SDN 02 Batu Tulis telah sepi, beberapa pedagang jajanan mulai mendorong gerobaknya kembali pulang, termasuk Ujang pamit, dan Dedi pun menyudahi ceritanya mengingat dia hendak makan siang.
Dan Istana Batu Tulis terlihat asing dan misterius di tengah aktivitas lalu lalang kendaraan maupun pejalan kaki di hadapannya.(mdk)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Kisah Mistis Prasasti Batu Tulis Bogor"
Posting Komentar